-->

Model-model Pembelajaran Matematika

  PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

 Gunter et al (1990:67) mendefinisikan model pembelajaran adalah prosedur langkah demi langkah yang mengarah pada hasil belajar tertentu. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. Strategi instruksional adalah metode penyampaian instruksi yang dimaksudkan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (Beban & Byrd, 1999;85)

Model model Pembelajaran Matematika

Model Pembelajaran adalah kerangka konsep yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan bekerja sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar Secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multi media, dan bantuan belajar melalui program komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu belajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar.

Merujuk pada dua pendapat di atas, penulis memaknai model pembelajaran dalam BBM (Bahan Belajar Mandiri) ini sebagai suatu rencana mengajar pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-peserta didik dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik rentetan atau tahapan/kegiatan guru-peserta didik atau yang dikenal dengan istilah sintaks dalam peristiwa pembelajaran. Secara tersirat di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya.

1. Rumusan masalah model-model pembelajaran.

Adapun rumusan masalah pada model-model pembelajaran adalah yaitu:

  • Apakah model pembelajaran itu?
  • Apakah makna dari model pembelajaran Matematika?
  • Model-model apakah yang cocok untuk pembelajaran matematika?
2. Tujuan model-model pembelajaran.
Adapun tujuan model-model pembelajaran Matematika yaitu:
  • Dapat mengetahui makna dari model pembelajaran
  • Dapat mengetahui makna dari model pembelajaran Matematika
  • Dapat mengetahui model-model yang cocok untuk pembelajaran Matematika
BAB II
Pembahasan
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan bekerja sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar Secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multi media, dan bantuan belajar melalui program komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu belajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar.

Merujuk pada dua pendapat di atas, penulis memaknai model pembelajaran dalam BBM (Bahan Belajar Mandiri) ini sebagai suatu rencana mengajar pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-peserta didik dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik rentetan atau tahapan/kegiatan guru-peserta didik atau yang dikenal dengan istilah sintaks dalam peristiwa pembelajaran. Secara tersirat di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, di dalamnya tujuan – tujuan pengajaran, tahap – tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas ( Arends, 1997:7). Hal ini sesuai dengan pendapatan Joyce (1992:4) bahwa “Setiap model memandu saat kami merancang instruksi untuk membantu siswa mencapai berbagai tujuan et.

Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam tujuan pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai pembelajaran. Dalam Trianto (2010:51). Joyce dan weil (1992:1) menyatakan bahawa “models of teaching are really model of learning. Saat kami membantu siswa memperoleh informasi, cita-cita, keterampilan, nilai, cara berpikir, dan cara mengekspresikan diri, kami juga mengajari mereka cara belajar”. Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapaat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola – pola mengajar secara tatap muka di kelas atau tutorial, dan untuk menentukan materi/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku – buku, film – film, tipe – tipe, program – program media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai bebagai. Sebagaimana pendapat Joice, dkk (1992:1 ).

3. Makna Model Pembelajaran Matematika

Model dan pendekatan pada pembelajaran matematika sangat memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran. Karena model-model dan pendekatan matematika akan membawa setiap siswa untuk kita sebagai pelajaran untuk belajar lebih efektif dalam belajar. Tentu seorang guru, ini untuk mampu mengembangkan serta menerapkannya dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian efektifitas pembelajaran matematika akan berjalan dengan baik berkualitas.


Tujuannya, model dan pendekatan yang harus juga dilihat berdasarkan tingkat psikologi dari setiap pembelajaran sehingga siswa dapat menerapkan dan menerapkannya sesuai dengan kemampuan daya berpikir mereka. Pada bagian pembahasan kali ini saya akan menjelaskan tingkat kedalaman atau pendekatan dan model apa saja yang digunakan dalam pembelajaran matematika tersebut.

Dalam hal ini, tentunya seorang guru harus memiliki sikap yang memahami dan mengetahui akan kemampuan dalam menyampaikan materi atau model pembelajaran yang akan digunakan. Diamana, jika seorang guru tidak memperhatikan tahap dan apa yang dialami oleh siswa akibat akan mengalami kesulitan karena cara penerapan model yang diterapkan tidak dapat diserap oleh siswa pada saat pembelajaran.

Karena itu, begitu pentingnya pengetahuan tentang bagaimana pembelajaran akan model pendekatan yang dapat dipahami. Karena itu, di sini saya akan menguraikan model-model pembelajaran pada matematika yang saya lihat berdasarkan pengamatan mengamati dari pendekatan model pembelajaran matematika. Dengan apa yang akan saya uraikan tentang model pembelajaran matematika diharapkan dapat memahami dan menerapkan model yang cocok dalam pelakasanaan pembelajaran Matematika.

4. Macam-macam model pembelajaran Matematika
  • Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Dalam tugas menyelesaikan kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan saling membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Agar siswa dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya maka mereka perlu diajari keterampilan-ketrampilan kooperatif sebagai berikut:

A. Berada dalam tugas
Berada dalam tugas yang dimaksud adalah tetap dalam kerja kelompok, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawab sampai selesai dan berada di dalam kelompok sesuai dengan kesepakatan kelompok-kelompok.

B. Mengambil giliran dan berbagi tugas
Mengambil giliran dan berbagi tugas untuk menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas.

C. Mendorong Partisipasi
Mendorong partisipasi memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi kelompok.

D. Mendengarkan dengan aktif
Mendengarkan dengan aktif mendengarkan adalah mendengarkan dan menyerap informasi yang disampaikan teman dan menghargai pendapat teman. Hal ini penting untuk memberikan perhatian pada yang sedang berbicara sehingga anggota kelompok yang menjadi pembicara akan merasa senang dan menumbuh kembangkan motivasi belajar bagi dirinya sendiri dan yang lainnya.

E. Bertanya
Menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok kalau perlu didiskusikan, apabila tetap tidak ada pemecahan tiap anggota wajib mencari pustaka yang mendukung, jika tetap tidak terselesaikan baru bertanya kepada guru.

Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif adalah sebagai berikut:
  • Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama
  • Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri
  • Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama
  • Siswa harus membagai tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya
  • Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok
  • Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya
  • Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif adalah sebagai berikut:
  • Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai dasar yang akan dicapai
  • Kelompok yang dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan renda jika mungkin anggota kelompok yang berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta mencari tahu jender
  • Penghargaan lebih dari kelompok dari masing-masing
  • Prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya, setiap anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama, setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, setiap anggota kelompok akan mengevaluasi evaluasi, setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan setiap anggota kelompok akan diminta untuk mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai; kelompok dibentuk dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; dan, penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.

Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif yaitu:

Keunggulan
  • Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain
  • Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain
  • Dapa membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar
  • Merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-managewaktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
  • Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berparktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
  • Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
  • Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang
Kelemahan
  • Untuk memahami dan mengerti filosofis MPK memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, meraka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklm kerja sama dalam kelompok.
  • Ciri utama dari MPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
  • Penilaian yang diberikan dalam MPK didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
  • Keberhasilan MPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.
  • Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam MPK memang bukan pekerjaan yang mudah
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

Terdapat 6 (enam) langkah model pembelajaran kooperatif meliputi menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok belajar, evaluasi dan pemberian umpan balik, serta memberikan penghargaan.

Jenis-jenis dari Model Pembelajaran Kooperatif yaitu:

A. TAI [Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction]

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan. Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah.

Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 (delapan) komponen, yaitu : Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 siswa.

Placement test, yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam bidang tertentu.

Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.

Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

Whole Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah

Ciri-ciri model pembelajaran TAI (Team Assisted-Individualization atau Team Accelerated):
  • Belajar bersama dengan teman
  • Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman
  • Saling mendengarkan pendapat antar anggota kelompok
  • Belajar dari teman sendiri dalam kelompok
  • Belajar dalam kelompok kecil
  • Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat
  • Keputusan tergantung pada siswa/mahasiswa itu sendiri
Langkah-langkah Dalam Model Pembelajaran TAI adalah sebagai berikut:
  • Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa.
  • Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).
  • Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).
  • Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponenTeams).
  • Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study).
  • Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student Creative).
  • Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen Fact Test).
  • Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition).
  • Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan
TAI Dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual:
  1. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
  2. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
  3. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa dikelas tiga keatas dapat melakukannya.
  4. Para siswa akan termotifasi untuk mempelakjari mater-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan idak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
  5. Tersedianya banyak cara pengecekkan pengusaan supaya para sisiwa jarang menghabiskan waktu nmempelkajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru. Pada pos pengecekkan penguasaan, dapat tersedia kegiatan-kegiatan pengajaran alternatif dan tes-tes yang paralel.
  6. Para siswa akan dapat melakukan pengecekkan satu sama lain, sekalipun bila siswa mengecek kemampuannya ada dibawah siswa yang dicek dalam rangkaian pengajaran, dan prosedur pengecekkan akan cukup sederhana dan tidak terganggu si pengecek.
  7. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan ataupun tim guru.
  8. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa main stream yang cacat secara akademik dan diantara para siswa dari latar belakang yang ras atau etnik yang berbeda
Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Hal demikian juga dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tipe TAI

Kelebihan TAI
  • Meningkatkan hasil belajar.
  • Meningkatkan motivasi belajar.
  • Mengurangi perilaku yang mengganggu dan konflik antar pribadi.
  • Program ini bisa membantu siswa yang lemah/ siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi belajar.
  • Model pembelajaran Team Assisted Individualizationmembantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan mengurangi anggapan banyak peserta didik bahwa matematika itu sulit.
  • Pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization peserta didik mendapatkan penghargaan atas usaha mereka.
  • Melatih peserta didik untuk bekerja secara kelompok, melatih keharmonisan dalam hidup bersama atas dasar saling menghargai.
Kelemahan TAI
  • Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI).
  • Apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajan yang baru diketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik lain.
F. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pada awalnya metode ini dikembangkan oleh Elliot Arronson dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin (Nurhadi, 2004:65). Metode  jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.

Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. Langkah-langkah penggunaan metode Jigsaw :

Kelas dibagi menjadi beberapa tim atau kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang dengan karakteristik yang berbeda.

Setiap siswa yang ada di “kelompok awal” mengkhususkan diri pada satu bagian dari sebuah unit pembelajaran. Para siswa kemudian bertemu dengan anggota kelompok lain yang ditugaskan untuk mengerjakan bagian yang lain, dan setelah menguasai materi lainnya ini mereka akan pulang ke kelompok awal mereka dan menginformasikan materi tersebut ke anggota lainnya.

Semua siswa dalam “kelompok awal” telah membaca materi yang sama dan mereka bertemu serta mendiskusikannya untuk memastikan pemahaman.

Mereka kemudian berpindah ke “kelompok jigsaw” – dimana anggotanya berasal dari kelompok lain yang telah membaca bagian tugas yang berbeda. Dalam kelompok-kelompok ini mereka berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok lain dan mempelajari materi-materi yang baru.

Setelah menguasai materi baru ini, semua siswa pulang ke “kelompok awal” dan setiap anggota berbagi pengetahuan yang baru mereka pelajari dalam kelompok “jigsaw.” Seperti dalam “jigsaw puzzle” (teka-teki potongan gambar), setiap potongan gambar – analogi dari setiap bagian pengetahuan – adalah penting untuk penyelesaian dan pemahaman utuh dari hasil akhir.

Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru.

Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat.

Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut:
  • Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
  • Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
  • Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
  • Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
  • Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin- 1995).
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
  • Beberapa hal yang mungkin bisa menjadi ‘pengganjal’ aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, menurut (Roy Killen, 1996) adalah:
  • Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah “peer teaching”, pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi “missconception”.
  • Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mempu memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini.
  • Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
  • Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
  • Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching''.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di sederhanakan baik kelebihan maupun kelemahan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yaitu:
  • Guru berperan sebagai pedamping, penolong, dan mengarahkan siswa dalam mem[elajari materi pada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada teman-temannya.
  • Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
  • Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
  • Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan atau kelemahan-kelemahan, yaitu:
  1. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua.
  2. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
  3. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
  4. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi ketika sebagai tenaga ahli sehingga dimungkinkan terjadinya kesalahan(miskonsepsi).
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Heads Together)

NTH adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

Langkah-langkah Penerapan NTH
  1. Guru menyampaikan  materi  pembelajaran  atau  permasalahan  kepada  siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
  2. Guru memberikan  kuis  secara  individual  kepada  siswa  untuk  mendapatkan skor dasar atau awal.
  3. Membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
  4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
  5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor(nama) anggota kelompok untuk menjawab Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
  6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
  7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
  8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika.

Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.

Tahap-tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD yaitu:
  • Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 – 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada :Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dll.
  • Penyajian materi pembelajaran
Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya
  • Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih kekonsep lain.
  • Praktek Terkendali
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
  • Kegiatan Kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
  • Evaluasi
Dilakukan selama 45 – 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
  • Penghargaan Kelompok
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.
  • Perhitungan ulang skor awal dan perubahan kelompok
Satu periode penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.

Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nur Asma,2006:26) kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD meliputi:
  1. Meningkatkan kecakapan individu.
  2. Meningkatkan kecakapan kelompok.
  3. Meningkatkan komitmen.
  4. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya.
  5. Tidak bersifat kompetitif.
  6. Tidak memiliki rasa dendam.
  7. Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Slavin (dalam Nur Asma 2006:2007 ) kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD yaitu:
  1. Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.
  2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
TGT (Team Game Tournament)

TGT adalah teknik pembelajaran yang sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Pada intinya model kooperatif TGT terdiri dari empat kegiatan yakni Persentase Kelas, Tim, Permainan, dan Turnamen. Langkah-langkah metode kooperatif TGT sebagai berikut:

Langkah 1: Persentase Kelas: Guru mempersiapkan bahan ajar yang dibutuhkan: Dua LKS untuk tiap tim, dua lembar jawaban untuk tiap tim dan memperkenalkan materi (bahan ajar) melalui persentase kelas, biasanya menggunakan pengajaran langsung atau ceramah. Siswa mengerjakan LKS dalam tim mereka.

Langkah 2: Tim: Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 4 5 orang, pembagian kelompok dilakukan didasarkan pada berbagai pertimbangan-pertimbangan agar diperoleh kelompok yang heterogen. Setiap kelompok siswa dalam suatu tim mengerjakan LKS untuk menuntaskan bahan ajar yang telah diterimanya.

Langkah 3 : Permainan Guru mempersiapkan jenis permainan akademikyang disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari persentase kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja-meja yang berisi tiga siswa, tiap siswa mewakili tim yang berbeda.

Langkah 4 : Turnamen Guru mempersiapkan bahan turnamen yang dibutuhkan: Lembar penempatan meja turnamen, dengan penempatan meja turnamen yang telah diisi. Satu kopi lembar Permainan dan kunci Lembar Permainan untuk tiap meja turnamen, Satu lembar skor permainan, satu tumpuk kartu-kartu bernomor yang sesuai dengan nomor pertanyaanpertanyaan pada lembar permainan untuk tiap meja.

Aturan Permainannya adalah sebagai berikut:
  1. Pemain pertama mengambil kartu bernomor dan menemukan pertanyaan yang sesuai dengan lembar permainan.
  2. Membaca pertanyaan tersebut dengan keras.
  3. Memberi Jawaban.
  4. Penantang Pertama: Setuju dengan pembaca atau menantang dan memberi jawaban, demikian juga penantang kedua.
  5. Mencocokkan jawaban.
  6. Pemain yang menjawab benar akan menyimpan kartu tersebut. Apabila ada penantang yang menjawab salah ia akan mengembalikan kartu yang dimenangkan sebelumnya (bila ada) ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satupun jawaban yang benar, kartu tersebut dikembalikkan ke tumpukan. Langkah ini dilakukan sampai akhir pelajaran, atau tumpukan kartu telah habis. Pada akhir turnamen hitunglah banyaknya kartu yang diperoleh tiap siswa, siswa yang memperoleh skor tertinggi mendapat poin 60, tingkatan berikutnya masing-masing 50, 40 dan 20.
  7. Penghargaan Tim Guru menghitung skor tim dan siapkan sertifikat tim atau tuliskan hasil turnamen yang diumumkan pada papan buletin. (Kriteria rata-rata tim Tim baik = 40, tim hebat = 45, tim super = 50).
GI (Grup Investigasi)

Langkah-lanhkanya sebagai berikut:
  1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
  2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok.
  3. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain.
  4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat penemuan.
  5. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok.
  6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan.
  7. Evaluasi.
  8. penutup.
CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Student Team Learning(STL – Kelompok Belajar Siswa)
Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Write Around (Menulis Berputar)
Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Three-Minute Review(Reviu Tiga Langkah)
LT (Learnig Together)
Two Stay Two Stray

Langkah-langkahnya:
  1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
  2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
  3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
  4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
  5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
Model Pembelajaran Langsung

Ciri-ciri Model Pembelajaran Langsung Antara Lain:
  1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
  2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
  3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran.
Lima prinsip dasar yang dapat membimbing guru dalam merancang sistem penilaian dalam model pembelajaran langsung antara lain:
  1. Sesuai dengan tujuan pembelajaran.
  2. Mencakup semua tugas pembelajaran.
  3. Menggunakan soal tes yang sesuai.
  4. Membuat soal sevalid (terukur) dan sereliabel (konsisten) mungkin.
  5. Manfaatkan hasil tes untuk memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya.
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
  • Fase 1, Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.Pada fase ini guru berperan dalam menjelaskan TPK, materi prasyarat, memotivasi siswa dan mempersiapkan siswa.
  • Fase II, Mendemonstrasi pengetahuan dan keterampilan.Pada fase ini guru berperan dalam mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
  • Fase III, Mebimbing pelatihan pada fase ini guru berperan memberikan latihan terbimbing.
  • Fase IV, Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.Pada fase ini seorang guru berperan mengecek kemampuan siswa seperti memberi kuis terkini dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi untuk siswa.
  • Fase V, Memberikan latihan dan penerapan konsep.Pada fase ini guru berperan dalam mempersiapkn latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari- hari.
Kelebihan Pembelajaran Langsung
  1. Guru dapat memberikan apa yang dia kuasai kepada muridnya sehingga adanya timbal balik di dalam proses pembelajaran.
  2. Siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah sehingga daya berpikir mereka semakin berkembang dan baik.
  3. Mengembangkan sikap mandiri siswa dalam menemukan dan mencari akan permasalahan yang ada.
  4. Memberikan penguatan yang positif kepada anak untuk dapat meyakini dirinya akan hal-hal yang berat dan penuh rintangan.
  5. Dengan strategi pembelajaran langsung guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran dan dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
  6. Melalui strategi pembelajaran langsung selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
  7. Strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Kekurangan Pembelajaran Langsung
  1. Strategi pembelajaran ini hanya dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu dilakukan strategi yang lain.
  2. Tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, bakat serta perbedaan gaya belajar.
  3. Strategi ini lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
  4. Keberhasilan strategi ini sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, motivasi dan berbagai kemampuan. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
  • Menggunakan masalah kontekstual.
  • Menggunakan berbagai model (use model, bridging by vertical instrument).
  • Kontribusi siswa (student contribution).
  • Interaktifitas (intraktivity).
  • Keterkaitan.
  • Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
  • Perhatian diberikan pada pengembangan modelmodel, situasi, skema dan simbol-simbol.
  • Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat memuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma, rule atau aturan) sehingga dapat membimbing siswa dari matematika informal menuju matematika formal.
  • Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
  • Intertwining (membuat jalan) antara topik atau pokok bahasan.
Menurut suwarsono (dalam fajar, 2004) terdapat beberapa kelebihan dalam PMR, antara lain:
  • PMR dapat memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika itu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan nyata) dan kegunaan (manfaat) matematika dalam kehidupan.
  • PMR dapat memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya mereka yang disebut pakar (ahli matematika/para matematikawan).
  • PMR dapat memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian (jawaban) suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain bahkan dengan guru. Setiap siswa menggunakan atau menemukan cara sendiri asalkan siswa tersebut sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan yang lainnya akan dapat memperoleh penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian soal atau masalah tersebut (ini menunjukkan adanya nilai demokrasi dalam matematika dan dalam pelajaran matematika).
  • PMR dapat memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama. Disamping itu untuk mempelajari matematika seseorangharus menjalani proses pembelajaran itu dan berusaha untuk menemukan sendiri tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih mengetahui (misalnya: guru atau teman). Tanpa mengalami proses tersebut pembelajaran bermakna atau proses pemahaman tidak akan terjadi.
Lang kah-langkah dalam proses Pembelajaran matematika realistik (PMR) menurut amin ada lah:
  1. Mengkondisikan siswa.
  2. Mengajukan masalah kontekstual.
  3. Membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah kontekstual.
  4. Meminta siswa menyajikan penyelesaian.
  5. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.
  6. Menyimpulkan.
Beberapa kesulitan dalam PMR, antara lain:
  • Tidak mudah mengubah pandangan yang sangat mendasar tentang berbagai hal, misalnya: siswa, guru dan peranan sosial (masalah kontekstual). Sedangkan perubahan tersebut merupakan syarat PMR. Sebagai contoh perubahan pandangan yang diperlukan dalam penerapan PMR tersebut antara lain: siswa tidak lagi dipandang sebagai obyek yang mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi, melainkan harus dipandang sebagai subyek yangsecara aktif dan kreatif mengkonstruksi (membangun) pengetahuan sendiri. 
  • Guru tidak lagi dipandang sebagai pengajar atau penyampai segala informasi (pengetahuan), tetapi lebih dipandang sebagai pedamping, motivator atau fasilitator bagi siswa. Dengan demikian pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher oriented), tetapi harus berubah berpusat pada siswa (student oriented).
  • Disamping itu soal-soal atau masalah-masalah kontekstual tidak lagi dipandang sebagai wadah untuk mengaplikasikan matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik tolak (pangkal) untuk memunculkan konsepkonsep atau prinsip-prinsip matematika yang meningkat abstrak dan dikonstruksi oleh siswa.
  • Tidak mudah mencari dan menyusun soal-soal atau masalah-masalah kontekstual yang memenuhi tuntutan PMR seperti harus dapat diselesaikan dalam berbagai cara.
  • Tidak mudah bagi guru medorong siswa untuk dapat menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
  • Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari. Oleh karena itu diperlukan kecermatan guru untuk mengikuti proses dan mekanisme berpikir siswa.
  • Disamping itu masalah pengembangan kemampuan berpikir siswa, proses matematisasi horizontal, dan prosesmatematisasi vertikal merupakan masalah yang kompleks.
Model Reasoning and Problem Solving
  • Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.
  • Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).
  • Menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan).
  • Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri).
  • Refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).
Model Inquiry Training
  • Menghapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan).
  • Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah).
  • Mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis).
  • Mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan
  • Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
Model Problem-Based Instruction
  • Guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu,dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa).
  • Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itudiinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yangvariatif, melakukan surve dan pengukuran).
  • Guru membantu siswa menciptakan maknaterkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana merekamemecahkan masalah dan apa rasionalnya).
  • Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain).
  • Presentasi (dalam kelasmelibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggotamasyarakat).
Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
  • Mempertahankan intuisinya semula.
  • Merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi.
  • Merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.
  • Sajian masalah konseptual dan kontekstual.
  • Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.
  • Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan.
  • Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah.
  • Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual.
  • Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.
Model Group Investigation
  • Siswa hendaknya aktif , learning by doing.
  • Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
  • Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.
  • Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
  • Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
  • Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
  • Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok,menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan).
  • Planning(menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apatujuannya).
  • Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).
  • Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji,moderator, dan notulis).
  • Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lainmengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
  • Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian.
Conseptual Multi Model

Situasi Kelas
Fase atau tahapan dalam pelaksanaan model conseptual multi model, yaitu :
  • Fase I (menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa).
  • Fase II (Menyajikan Data).
  • Fase III (Mengarahkan Permasalahan Yang Telah Ada).
  • Fase IV + V (Membimbing Kelompok Untuk Bekerja dan Belajar).
  • Fase VI (Mengajak Siswa Berdiskusi dan Memantapkan Materi Pembelajaran).
  • Fase VII (Memberikan Penghargaan).
Kelebihan model conseptual multi model, yaitu :
  • Konsep pembelajaran pada matematika akan menarik dan lebih kreatif.
  • Pembelajaran pada matematika itu akan mengembangkan.
  • Pembelajaran pada matematika pada model ini dapat menciptakan keterampilan, menyelidiki dan pemecahan akan masalah yang dialami pada dunia matematika.

Pembelajaran Konseptual Berbasis “KBK”

Situasi Kelas
Fase-fase/Tahapan Dalam Pelaksanaan Pembelajaran
  • Fase I (Orientasi Siswa Kepada Masalah).
  • Fase II (Mengorganisasi Siswa Untuk Belajar).
  • Fase III (Membimbing Penyelidikan Individual Maupun Kelompok).
  • Fase IV (Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya).
  • Fase V (Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah).
  • Fase VI (Memberikan Penghargaan).
Kelebihan
  • Mengembangkan sikap mandiri siswa dalam menemukan dan mencari akan permasalahan yang ada.
  • Memberikan penguatan yang positif kepada anak untuk dapat meyakini dirinya akan hal-hal yang berat danpenuh rintangan.
  • Memberikan suatu sikap/perilaku pembiasaan akan suatu hal sehingga siswa terbiasa untuk mengerjakan soal yang beraneka ragam dan soal yang sulit sekalipun.
Pembelajaran Konseptual Berbasis “KBK” Melalui Pengajaran Langsung

Situasi Kelas
Fase-fase/Tahapan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Konseptual berbasis “KBK” melalui pengajaran langsung,  yaitu:
  • Fase I (Menyampaikan Tujuan dan Menyiapkan Siswa).
  • Fase II (Mendemonstrasikan Pengetahuan dan Keterampilan).
  • Fase III (Membimbing Pelatihan).
  • Fase IV (Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik).
  • Fase V (Memberikan Kesepakatan Untuk Pelatihan dan Penerapan).
Kelebihan
  • Guru dapat memberikan apa yang dia kuasai kepada muridnya sehingga adanya timbal balik didalam proses pembelajaran.
  • Siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah sehingga daya berpikir mereka semakin berkembang dan baik.
  • Dapat menciptakan suatu pembiasaan perilaku yang baik terhadap pemecahan masalah yang luar biasa sulitnya.
KESIMPULAN
Saran

Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial (Mafune,2005:4).

Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi, yaitu:
(1) Untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas,
(2) Komponen emosional lebihpenting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada yang rasional dan
(3) Untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosioanl dan irrasional.

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah).

CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik).

Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.

Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakanstudent team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya.

Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.

Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback).

Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan.Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).

Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa).

Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok).

Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah.

Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai.

Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai.

Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving(pemecahan masalah).

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain.

Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.

Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together(Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas.

Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.

Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990).

Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981).

Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing.

Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain.

Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru.

Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula  siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.

Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD.

Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori belajar social dari Albert Bandura. 

Pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi setahap.Menurut Silbernam (2006), strategi pembelajaran langsung melalui berbagai pengetahuan secara aktif merupakan cara untuk mengenalkan siswa kepada materi pelajaran yang akan diajarkan. Guru juga dapat menggunakannya untuk menilai tingkat pengetahuan siswa sambil melakukan kegiatan pembentukan tim.

Cara ini cocok pada segala ukuran kelas dengan materi pelajaran apapun.Cara lain untuk menjadikan siswa belajar aktif dari awal dapat menggunakan berbagai strategi, misalnya strategi pembelajaran langsung melalui berbagi pengetahuan secara aktif.

Strategi pembelajaran langsung ini dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran guna membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu, dan merangsang mereka untuk berpikir. Siswa tidak bisa berbuat apa–apa jika pikiran mereka jika dikembangkan oleh guru.

Banyak guru yang membuat kesalahan dengan mengajar, yakni sebelum siswa merasa terlibat dan siap secara mental guru langsung memberikan materi pelajaran. Penggunaan beberapa strategi berikut ini akan mengoreksi terjadi kecenderungan ini.

Strategi pembelajaran langsung sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran matematika karena itu adanya kelebihan pada pembelajaran ini yaitu :Strategi pembelajaran langsung selain memikiki kelebihan juga memiliki kekurangan antara lain:

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan pendidikan matematika yang dikembangkan di Belanda dengan nama Realistic Mathematics Education (RME) yang artinya pendidikan matematika realistik.

Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dialami oleh siswa untuk melancarkan proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik daripada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita disini adalah hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat dipahami atau diamati oleh siswa dengan membayangkan.

Sedangkan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami oleh siswa. Dalam hal ini lingkungan disebut juga dengan kehidupan sehari-hari. Jenning dan Dunne mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan real.

Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna.Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi ide-ide matematika.

Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna. Dalam PMR siswa dituntut untuk mengkonstruksi pengetahuan dari suatu masalah kontesktual melalui kegiata aktif dalam belajar yang disertai oleh bimbingan guru. Pembelajaran matematika realistik memiliki lima karakteritik, yaitu :Selain itu ada beberapa prinsip pendekatan matematika realistik menurut Suherman dkk. adalah sebagai berikut: 

Sebelum pembelajaran dimulai, guru mengkondisikan siswa untuk belajar. Pada langkah ini guru menyampaikan indikator pembelajaran yang akan dicapai, memotivasi siswa dan mempersiapkan kelengkapan belajar atau alat peraga yang diperlukan dalam pembelajaran. Guru memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah kontekstual.

Masalah kontekstual tersebut diberikan kepada siswa untuk dipahami yang nantinya siswa diharapkan dapat menemukan strategi informal untuk menyelesaikanya. Selain itu masalah kontekstual tersebut untuk memicu terjadinya penemuan kembali matematika oleh siswa.

Masalah kontekstual yang diajukan oleh guru hendaknya mempunyai lebih dari satu jawaban, yang mungkin masalah tersebut juga memberi peluang untuk memunculkan berbagai strategi penyelesaian masalah. Karakteristik PMR yang tergolong langkah ini adalah karakter I yaitu menggunakan masalah kontekstual.

Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan masalah realitik dengan cara mereka sendiri. Perbedaan dalam menyelesaikan masalah tidak dipermasalahkan. Dengan menggunakan LKS mengerjakan soal.

Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri dengan memberikan pertanyaan, petunjuk dan saran. Semua prinsip yang tergolong dalam langkah ini adalah penemuan kembali yang terbimbing dan mematisasi progresif, fenomena yang bersifat mendidik dan mengembangkan model sendiri.

Sedangkan karakteristik PMR yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik II yaitu menggunakan model. Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan masalah kontekstual yang diajukan oleh guru dengan cara mereka sendiri.

Cara menyelesaikan masalah antara siswa satu dengan yang lain diharap tidak sama karena jawaban berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri dengan cara memberikan pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa menyelesaikan soal. 

Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini siswa dituntut untuk lebih berani menyampaikan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan lainnya.

Karakteristik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik III dan IV yaitu kontribusi siswa dan interaktifitas. Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru mengarahkan dan member kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistik yang diselesaikan.

Karakteristik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik adanya interaksi antar siswa dan guru. Di abad pengetahuan ini, isu mengenai perubahan paradigma pendidikan telah gencar didengungkan, baik yang menyangkut content maupun pedagogy. 

Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif (Krulik & Rudnick, 1996). Perubahan tersebut merekomendasikan model reasoning and problem solving sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and promlem solving sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif.

Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and problem solving merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata.

Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep.

Kemampuan-kemapuan critical thinking adalah menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi.

Kemampuan-kemampuan creative thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide. Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problemsolving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996).

Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning. Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu:

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmitter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi  masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi.

Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah. Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir dasar, kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah non rutin, dan masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan upaya reasoning dan problem solving.

Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.

Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1980), yaitu: Sistem sosial yang mendukung adalah kerjasama, kebebasan intelektual, dan kesamaan derajat. Dalam proses kerjasama, interaksi siswa harus didorong dan digalakkan. Lingkungan intelektual ditandai oleh sifat terbuka terhadap berbagai ide yang relevan.

Partisipasi guru dan siswa dalam pembelajaran dilandasi oleh paradigma persamaan derajat dalam mengakomodasikan segala ide yang berkembang. Prinsip-prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah: pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil eksplorasi,formulasi, dan generalisasi siswa.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang siswa untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). 

Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah. Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran (Arend etal., 2001), yaitu:

Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru dengan siswadalam proses teacher-asisted instruction, minimnya peran guru sebagai transmiterpengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan investigasi masalah kompleks.

Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai pembimbingdan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama prosespendefinisian dan pengklarifikasian masalah.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahanajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel, jurnal, kliping, peralatandemonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan korsi yang mudahdimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu. 

Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengandunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalahkompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulatedlearning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.

Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. 

Dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu: Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran (Brook & Brook, 1993).

Ini berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju pada proses perubahan konseptual (Hynd, et al,. 1994).

Proses negosiasi makna tidak hanya terjadi atas aktivitas individu secara perorangan, tetapi juga muncul dari interaksi individu dengan orang lain melalui peer mediated instruction. Costa (1999:27) menyatakan meaning making is not just an individual operation, the individual interacts with others to construct shared knowledge.

Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran (Santyasa, 2004), yaitu: Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru sebagai teman belajar siswa, minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan menjalani learning to be. Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai fasilitator, negosiator, konfrontator.

Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan atau tertulis melalui pertanyaan-pertanyaan resitasi dan konstruksi. Pertanyaan resitasi bertujuan memberi peluang kepada siswa memangil pengetahuan yang telah dimiliki dan pertanyaan konstruksi bertujuan memfasilitasi, menegosiasi, dan mengkonfrontasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

Dampak pembelajaran dari model ini adalah: sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan jati diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan paradigma, kebebasan, penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal.

Ide model pembelajaran geroup investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998).

Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob, et al., 1996), adalah: Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. 

Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalahsosial antar pribadi (Arends, 1998). Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu: Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.

Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus.

Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut. Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan intrapersonal.

Pada conseptual multi model adalah model pembelajaran yang digunakan beraneka ragam dan sangat menarik minat anak untuk melakukan suatu pembelajaran pada matematika. Sehingga pada model ini anak dituntut untuk dapat secara kreatif, dan inovatif mengembungkan daya berpikir mereka dalam memahami dan memecahkan suatu permasalahan yang ada.

Terutama dalam dunia matematika, sehingga dengan dapat memecahkan masalah yang ada dapat mengembangkan diri dan motivasi pada mereka masing-masing oleh karena itu, bentuknya keberhasilan akan model conseptual multi model dapat tercapai jika ditentukan oleh beberapa aspek atau dapat dilihat dari hal dibawah ini, yaitu:

Pada model pembelajaran ini yaitu conseptual multi model situasi kelas yang tergambar pada pelaksanaan model ini sangat dikelola dengan baik dan kondusif dan terlihat proses interaksi dan adanya kerjasama yang baik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sehingga tidak terlihat bosan dan monoton.

Namun, hal ini juga tergantung dari guru bagaimana membuat suatu keadaan yang nyaman dan menyenangkan pada siswa itu. Pada tahapan ini guru sebagai pelaku dalam pembelajaran matematika memberikan pengarahan akan materi dan maksud yang akan diajarkan sehingga siswa lebih memahami akan kearah mana mereka untuk melakukan proses pembelajaran sehingga dengan demikian mereka tidak akan mengalami kesulitan karena sudah dijelaskan dari awal tentang apa yang akan mereka pelajari.

Fase ini lebih kepada pengelolaan kelas yang ada, maksudnya pada saat guru telah menyampaikan maksud dari proses pembelajaran itu maka setiap kelas yang ada dibagi oleh beberapa kelompok sesuai dengan pembagian guru untuk berdiskusi berdasarkan kelompok itu akan masalah yang dihadapinya. 

Dalam hal ini inti dari fase ini adalah lebih bagaimana guru memberikan suatu kesempatan untuk menyelesaikan masalah yang ada bersama kelompok yang telah dibagi oleh dewan guru, dan selanjutnya siswa melakukan pengamatan langsung kepada objek dari permasalahan itu sesuai dengan objek/fakta yang ada dilingkungan sekitar mereka saja.

Pada fase ini membimbing dalam menafsirkan dari hasil pengamatan akan masalah yang dialaminya serta memecahkan secara bersama-sama dari masalah itu Pada fase ini saat siswa yang telah diberikan suatu permasalahan yang ada maka tahapan ini siswa lebih diajak untuk memahami maksud atau materi yang disampaikan yang lebih kepada merangkum secara global atau menyeluruh akan permasalahan yang ada.

Fase ini setelah semua kelompok dari awal fase I – VI maka guru menilai dan melihat dari hasil kerja yang mereka lakukan berdasarkan pengamatan akan masalah yang telah mereka alami. Pada model pembelajaran matematika di atas yaitu Conseptual Multi Model adanya beberapa kelebihan yaitu: 

Model pembelajaran ini lebih diarahkan kepada pemecahan akan suatu permasalahan berdasarkan pengalaman dan daya kemampuan pada setiap individu akan pengetahuan yang dimilikinya. Sehingga disini dituntut untuk belajar mandiri dan bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar.

Pembelajaran konseptual berbasis “KBK” lebih dititik beratkan kepada pembelajaran yang sifatnya mandiri dan hal ini terlihat dari situasi kelas yang mendukungnya dimana proses pembelajaran berjalan secara aktif dan penuh dengan interaktif antara guru dan siswa sebagai proses dari pembelajaran sehingga tidak pasif.

Pada fase ini siswa menanyakan tentang masalah yang berhubungan dengan yang dia alami. Fase ini lebih dikondisikan kepada suatu situasi kelas yang lebih menciptakan suatu kelompok yang dapat memecahkan akan masalah yang ada sehingga siswa dituntut untuk dapat mengeksplorasi dan belajar dari permasalahan yang dialaminya dengan demikian dapat menciptakan suatu karakter dari setiap perilaku orang dan anak itu terhadap materi yang akan diberikan pada setiap kelompok itu.

Pada fase ini guru memberikan suatu pengarahan akan materi yang telah disampaikan. Pada hal ini setelah guru membimbing dan melakukan suatu penyelidikan akan masalah yang dihadapinya sehingga apa yang ada telah didapatnya.

Disini materi yang telah dijelaskan kepada siswa guru menanyakan kepada tiap kelompok akan apa yang telah mereka dapatkan berdasarkan apa yang telah mereka kerjakan sehingga guru mencoba meriview dan melakukan suatu pengulangan akan apa yang mereka lakukan.

Disini guru menilai dari hasil yang telah terjadi selama proses pembelajaran dikelas melalui kegiatan dan prses interaksi yang berlangsung seperti keaktifan bertanya, menyangga sehingga guru mencoba memberikan suatu penghargaan yang luar biasa kepada siswa yang melakukan proses interaksi selama pembelajaran.

Model pembelajaran Conseptual berbasis KBK tentu sangat bermanfaat sekali dalam proses pembelajaran terutama pada matematika, yaitu: Model pembelajaran pada matematika terutama pada pembelajaran langsung sangat membuat sikap kreatif dan inovatif pada pemikiran setiap siswa sehingga anak dapat leluasa dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran yang sedang berlangsung secara aktif, kreatif, dan berfikir secara intelektual dalam setiap proses pembelajaran terutama pada pembelajaran matematika.

Pembelajaran melalui pengajaran langsung berlangsung secara baik dan tertib sehingga kenyamanan dalam belajar dapat tercipta dengan baik dan luar biasa. Selain itu, juga anak-anak maupun siswa belajar itneraktif dan penuh dengan daya berpikir yang luar biasa sehingga situasi kelas yang ada tidak menoton akan suatu hal.

Pada fase ini guru mencoba membuka pikiran siswa terhadap materi yang akan disampaikan sehingga guru mengajak siswa mengarah kepada konsep yang akan disampaikan langsung kepada siswa itu. Dengan demikian siswa diajak untuk dapat mengerti dan membuka akan apa yang telah dipikirkan/dimiliki oleh siswa itu.

Siswa diajak bisa memecahkan masalah yang dihadapi dan mencoba menjelaskan kepada guru dan teman-temannya itu dengan demikian dapat menimbulkan pengetahuan dan pemahaman bagi siswa itu dan orang yang ada bersama dia juga.

Disini guru, memberikan langsung kepada objek permasalahan yang akan diamati siswa secara berpasangan dan setelah itu guru membimbing dan melihat siswa itu berdasarkan materi yang telah dikerjakan oleh siswa sambil membimbing dan memberikan arahan terhadap permasalahan yang dihadapinya.

Pada fase ini setelah adanya proses membimbing untuk mengarahkan kepadahal yang ada selanjutnya materi yang telah disampaikan pada awal pembelajaran siswa dituntut untuk dapat mengerti dan memahami akan permasalahan yang ada sehingga walaupun diberikan permasalahan yang baru siswa akan penuh dengan kesiapan menghadapi permasalahan yang ada itu dengan seoptimal mungkin.

Fase ini lebih didasarkan akan pengembangan kemampuan yang telah didapatnya sesuai permasalahan yang telah diberikan. Model pembelajaran konseptual berbasis KBK melalui pengajaran langsung memang diperlukan adanya pengarahan karena itu adanya kelebihan pada pembelajaran ini.

PENUTUP

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multi media, dan bantuan belajar melalui program komputer.

Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu belajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar.

Dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya, oleh karenanya penyusun berharap kepada pembaca sekalian untuk dapat memberikan kritik berupa saran yang membangun. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Agung Prasetyo Abadi, Pengembangan perangkat pembelajaran matematika yang bercirikan realistic mathematics education (RME) pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. 

Arronson, E (2000). History of The Jigsaw, An Account from Professor Aronson [on line]. Tersedia :http://www.jigsaw.org/history.htm [ 15 Januari 2003]

Blosser, P. E. (1992). Using Cooperative Learning in Science Education. ERIC Clearing House. Tersedia [on line] http://www.eric.edu.

Hadi (2005)dalam Shofa, “Pengembangan Perangkat PembelajaranMatematika dengan PMR pada pokok bahasan jajar genjang dan Belah ketupat”, skripsi (Surabaya: Perpustakaan Fakultas Matematika.UNESA.2008)

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/model-pendekatan-pembelajaran.html

http://muhfida.com/model-pengajaran-langsung/

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana.

Http://penelitian–tindakan–kelas.blogspot.com/2013/02/tipe-model-pembelajaran- kooperatif.html (diakses sabtu 19 Desember 2014 pukul 20.10 WITA)

http://tarmizi.wordpress.com/2009/01/05/strategi-pembelajaran-langsung-melalui-berbagi-pengetahuan-secara-aktif/

Ismail.(2003). Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP.

Soedjadi, Pemanfaatan Realita dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika, Makalah(Surabaya: Jurusan Matematika FMIPA UNESA, 2001) hal. 2

Sri Wardhani. (2006). Contoh Silabus dan RPP Matematika

SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika. Tim PPPG Matematika.(2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi Dalam.

Pembelajaran Matematika. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika. Widowati, Budijastuti. 2001 Pembelajaran Kooperatif.Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Demikian semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah kepada pemberi ilmu dan seluruh yang berhubungan dalam ilmu ini. Aamiin Ya Robbal'alamiin...

ARTIKEL TERKAIT

Berikan pendapat anda tentang "Model-model Pembelajaran Matematika"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel